Senin, 12 Oktober 2009

Al-Qur'an sebagai tanda bukti kebenaran dari sisi Allah SWT


      Cara menafsirksn Al-Qur’an

Dalam menafsirkan Al-Qur’an, diperlukan keahlian d
alam lima belas bidang Ilmu. Berikut ini adalah

ringkasan kelima belas bidang ilmu tersebut,
semata-mata agar diketahui bahwa tidak mudah
setiap orang dapat memahami makna batin
Al-Qur’an. Namun juga, kita perlu untuk
mempelajari isi Al-Qur’an tersebut, karena Ibnu
Mas’ud berkata,”jika kita ingin memperoleh ilmu,
pikirkanlah dan renungkanlah makna-makna
Al-Qur’an, karena di dalamnya terkandung ilmu orang-orang dahulu dan sekarang”. Jangan seperti zaman kita sekarang. Hanya bermodalkan tahu bahasa arab, bahkan sekedar melihat terjemahannya saja, orang berani berpendapat tentang Al-Qur’an.
            Berikut Ilmu tentang Al-Qur’an:
  1. Ilmu Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata Al-Qur’an. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui Ilmu Lughat ini”. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda;
  2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah, akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu nahwu;
  3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata). Mengetahui ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Ibnu Faris berkata, “jika seseorang tidak mendapatkan ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak sekali ilmu yang tidak ia ketahui”.
  4. Ilmu Isytiqaq (akar kata). Mengetahui ilmu ini sangatlah penting. Dengan ilmu tersebut dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakan tangan yang basah ke atas, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran;
  5. Ilmu Ma’ani (susunan). Ilmu ini sangat penting diketahui. Dengan ilmu ini, susunan kalimat dapat diketahui dengan melihat maknanya;
  6. Ilmu Bayaan. Yakni ilmu yang mempelajari makna kata yang Zhahir dan yang tersembunyi, juga yang mempelajari kiasan serta pemisalan kata;
  7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga disebut sebagai cabang ilmu balaghah, yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung. Dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan Al-Qur’an dapat di ketahui;
  8. Ilmu Qira’at, Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat diantara makna-makna suatu kata;
  9. Ilmu Aqa’id. Ilmu ini sangat penting dipelajari, ilmu ini mempelajari dasar-dasar keimanan. Kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukan bagi Allah SWT. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu;
  10. Ilmu Ushul Fiqih. Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting. Dengan ilmu ini dapat diambil dalil serta penggalian hokum suatu ayat;
  11. Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan mengetahui sebab-sebabnya, kadangkala maksud suatu ayat bergantung pada pengetahuan tentang asbabun-nuzul;
  12. Ilmu Nasikh Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hokum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku;
  13. Ilmu Fiqih. Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hokum global;
  14. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an;
  15. Ilmu Wahbi. Ilmu khusus yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang istimewa. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui”.

Ilmu-ilmu yang telah diterangkan di atas adalah alat bagi para mufassir Al-Qur’an.
Seseorang yang tidak memiliki ilmu-ilmu tersebut, lalu menafsirkan Al-Qur’an, berarti ia telah menafsirkannya menurut pendapatnya sendiri, dan hal itu telah dilarang dalam beberapa hadits.
            Tertulis dalam Kimiaus-Sa’adah, bahwa ada tiga orang yang tidak akan mampu menafsirkan Al-Qur’an: (1). Orang yang tidak memahami bahasa arab; (2). Pelaku dosa besar atau ahli Bid’ah, yang dengan perbuatannya itu menjadikan hatinya gelap dan menutupi pemahamannya terhadap Al-Qur’an ; (3). Orang yang dalam akidahnya hanya mengakui makna zhahir nash.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar