Fudhail bin
Iyadh dan Khalifah Harun Ar Rasyid
Ini
masih cerita tentang Fudhail bin Iyadh.
Zaman itu, kalo ada orang yang
kedengeran kondang alimnya, raja atau sultan nggak segan-segan mengundang tokoh
itu ke istana. Niatnya, mulai dari sekedar ngobrol sampe minta ngajar privat
buat anak-anak sultan atau raja.
Bahkan nggak jarang kalo sultan
senang dengan seseorang yang kondang tersebut, bisa –bisa ditawari jadi pejabat
segala, lho! Nah, yang jadi khalifah saat itukan Pak Haru Ar Rasyid yang
legendaries itu. Mulanya, pak Harun udah denger soal ilmu dan ketenaran si
Fudhail.
Akhirnya, pak Harun undang tuh si
Fudhail untuk dating ke istana. Dia kirimlah utusan ke rumah si Fudhail. Apa
jawaban si Fudhail tentang undangan itu pada utusan Khalifah atau pak Harun
tersebut? Fudhail bilang,
“Nggak panters ah rasanya ilmu
mendatangi yang ingin mencari ilmu. Biarlah yang mencari ilmu dating ke sumber
ilmu.”
Lah, kok, Fudhail sombong gitu yah?
Ah, nggaklah. Sebetulnya, Fudhail hanya nggak ingin “dikacangi”, gitulah
istilah anak muda sekarang. Jangan gara-gara jadi khalifah, Haru Ar Rasyid jadi
belagu bisa nyuruh-nyuruh orang dating.
Tapi bagusnya, khalifah Harun Ar
Rasyid nggak marah, lho! Malah, beliau dating beneran ke rumah Fudhail malam
itu juga, disertai staf merangkap pengawal setianya.
Akhirnya setelah mengucap salam,
Fudhail menyilakan khalifah Harun Ar Rasyid masuk sambil tersenyum minta maaf
karena sudah menolak undangannya tadi siang. Giliran Khalifah Harun Ar Rasyid
yang bilang nggak pa-pa!
Ah, lucu juga ya
basa-basinya?
“Nah, Fudhail nasehati saya dong.”
“Ehm, yah, tadi saat saya salaman ma
ente, rasanya tangan ente empuk bener, wahai
‘Amirul Mukminin. Moga aje tangan ente itu nggak jadi santapan api
nerake gare-gare ente lalai mengurus rakyat…”
Wah, dibilangin begitu ma Fudhail,
sontak Khalifah Harun nangis terseduh-seduh. Sampai staf dan pengikut Khalifah
Harun marah.
“Hei! Fudhail, lihat noh apa yang
kamu lakukan ma beliau! Jangan teruskan!” bentak si pengawal.
“Diamlah, Haman! Kamu yang
sebenarnya bisa mencelakakan beliau!” balas Fudhail nggak kalah galaknya.
Uh, Khalifah Harun malah tambah
panic! Soalnya, nama asli stafnya itu bukan Haman! Haman itu nama tangan
kanannya raja Fir’aun!
“Aduh kamu dibilang Haman! Itu
artinya saya dibilang Fir’aun.”
Akhirnya staf itu diem, sementara
khalifah Harun masih menangis terisak-isak. Akhirnya udah beberapa lama, beliau
ngomong lagi ma Fudhail,
“Teruskan, hai Fudhail…”
“’ ‘Amirul Mukminin, saya mau Tanya.
Kalo suatu hari nanti anda kagak bisa minum walau Cuma seteguk air, lalu ada
orang yang dating bilang biasa nyembuhin anda, tapi dia minta separuh dari
kerajaan anda, apa yang anda akan lakukan?”
Sejenak Khalifah bimbang, lalu dia
jawab dengan lambat, “Ya, saya akan kasih separoh kerajaan saya itu!”
“Nah, lalu air itu ternyata nggak
bisa keluar dari tubuh anda. Dan orang yang sama bilang, dia akan keluarkan air
itu dari tubuh anda, tapi dengan syarat dia minta setengah dari kerajaan anda.
Apa yang akan anda lakukan?”
“Ah, ya, saya kasih aja setengah
kerajaan saya itu!”
“Bener nih…?”
“Bener!”
“Nah kenapa anda mati-matian
ngejagain kerajaan di dunia kamu yang nilainya Cuma segelas itu? Nah, di inget
deh kata-kata itu, wahai ‘Amirul Mukmini.”
Wah, Khalifah Harun nangis lagi,
bahkan lebih keras nangisnya. Setelah itu air matanya agak kering, barulah ia
pamit mau kembali ke istananya. Tadinya, Khalifah Harun mau kasih uang
sekantong buat Fudhail, tapi Fudhail enolak dengan senyum.
Mungkin kita semua berfikir, kenapa
sih, si Fudhail ampe sekeras itu menasihati seorang pemimpn?
Mungkin gini deh. Zaman itu,
ahli-ahli sejarah mencatat kalo umat islam boleh dibilang hidupnya makmur
sejahtera deh nggak seperti sekarang. Dahulu kekayaan melimpah, ilmu
pengetahuan lagi tinggi-tingginya, pokoknya tajir abis deh! Nah, kalo nggak
ati-ati, yang ada malah bisa tergelincir jadi lupa diri. Apalagi buat seorang
khalifah kayak Haru Ar Rasyid. Jadi, mungkin memang perlu rada keras dikit menegurnya.
Tapi maksudnya, sayang kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar