Rabu, 14 Oktober 2009


Jujur bikin elo pada mujur 
Kalo ada kejujuran yang sampai bisa bikin bandit-bandit pada preman sangar Bin kejam pada tobat, contohnya ya kejujurannya Syekh Abdul Qodir Jaylani saat anak-anak. Bila kita menyebut nama beliau, sebenarnya kita sedang menyebut nama seorang figur yang kondang sebagai seorang ahli sufi dan ahli hikmah dengan ribuan murid, dan beliau adalah seorang pendiri perkumpulan Thariqah Qadiriyah. Beliau hidup pada saat kejayaan di Baghdad, dan sejak kecil beliau memang sudah dikenal sebagai anak yang baik, rajin dan tekun beribadah. Yang membuat beliau seperti itu adalah tidak lain adalah karena peranan ibunya. Begitulah. Karena memang selalu haus akan ilmu, suatu hari sang ibu berniat melepas Abdul Qadir remaja untuk menuntut ilmu. Perjalanan ini bukan main-main, karena harus melintasi padang pasir dan medan yang berbahaya. Namun dengan keteguhan hatinya, Abdul Qadir kecil cuek aja. Bagi dia, Allah SWT-lah yang akan menjadi teman dalam perjalanannya. Jadi, urusan yang lain-lain sih, “emang gue pikirin’, Gitu kali piker si Abdul Qadir. Bekal sudah dimuatkan di punggung seekor unta, dan Abdul Qadirpun pamit untuk berangkat. Ia mencium tangan ibunya dengan takzim. Lantas, saya membayangkan terjadi dialog kayak gini antara si Abdul Qadir dan ibunya “Anakku sayang”, kata si ibu lembut, “ibu titip uang sebesar 40 dinar ya…., untuk bekal kamu dalam perjalanan”. “Asyik, makasih ya bu. Ibu baik banget banget”, sahut Abdul Qadir dengan gembira sembari memeluk ibunya. Jelas aja si Abdul Qadir girang banget, karena uang 40 dinar itu kagak dikit boss, gede banget lho. “Oya dir, ibu mau ingatkan kamu satu hal ya”, lanjut ibunya sambil mengusap kepala Abdul Qadir. “Apapun yang terjadi, ibu minta kamu tetap jujur, ya…” “Oh, itu? ‘Jujur’ bukannya itu lagu yang sedang hits, yang dibawakan oleh radja bu? “Hush! Itukan lagu abad 21. sekarang baru abad berapa? Ah, kok jadi ngelantur gini sih. Maksud ibu, jujurlah pada siapapun yang kamu temui ya, nak? Jangan bohong, ya! Abdul Qadir mengangguk mantap. Akhirnya ia pun berangkat, dilepas oleh seluruh penduduk desanya. Malampun tiba, Dan sampailah Abdul Qadir di sebuah kawasan hutan yang gelap dan seram. Sebetulnya, ini kawasan angker yang selalu membuat bulu kuduk kafilah-kafilah manapun bakal berdiri saat melewatinya. Bukan apa-apa, karena di sana berdiam segerombolan penjahat yang terkenal kejam dan sadis. Bru aja masuk, udah pasti langsung diincer. Bisa ditebak kalo kebanyakkan kafilah lebih memilih berhenti ketimbang musti terus melewatinya. Itu sebabnya, begitu melihat ada seorang musafir yang dengan santainya melenggang seorang diri, kepala bandit itu heran. “Gila banget! Siapa orang ini? Apa di kagak tahu siapa gue?” Akhirnya mereka melompat dan menghadang Abdul Qadir. “Berhenti!” Abdul Qadir berhenti dan menatap tenang pada gerombolan preman hutan yang sangar-sangar itu. Boro-boro menggigil ketakutan, yang ada malah ia menatap satu persatu para preman yang berbaris di depannya. Dilihatin kayak gitu, giliran para preman itu yang melongo. Mereka sama sekali kagak terfikir bahwa yang duduk di punggung unta ini adalah seorang anak kecil. “Hey, anak kecil. Ngapain kamu malam-malam di sini?. Apa kamu kagak tahu, lewat daerah siapa ini, hah!” “Ah, saya Cuma musafir biasa. Bapak-bapak ini siapa? Mau apa, pak?” “Kami mau uang, pokoknya apa aja yang kamu bawa serahkan semua pada kami! Atau nyawa kamu jadi tukerannya! Bawa apa kamu, ha?!” “Oh, saya Cuma bawa 40 dinar pemberian ibu saya nih, ambil aja!” Lagi-lagi si kepala rampok bingung nggak ketulungan. Kok, ada ya korban yang ngaku begini? Apalagi, saat ia bengong, Abdul Qadir sendiri yang menyodorkan kantung berisi uang 40 dinar pemberian ibunya. Tanpa sadar, si kepala rampok menghitung uang yang asa di kantung itu. Astaga, benar 40 dinar. Tambah bingunglah si kepala rampok. “Hai anak, kenapa kamu lakukan ini? Kenapa kamu jujur begini?” tanyanya penuh keheranan. Sikap garangnya luluh seketika. “Ah, saya hanya mengikuti pesan ibu saya aja. Ibu bilang untuk selalu jujur, terhadap siapapun,” jawab Abdul Qadir tenaang. Mendengar hal itu, sang kepala rampok menangis tersedu-sedu. Kita nggak tahu, apakah ia tersentuh oleh kejujuran Abdul Qadir, atau ia merasa terharu karena merasa dihormati oleh kejujurannya itu, atau bisa aja karena kedua-duanya. Ya, bagi seseorang yang bersifat keras dan kasar seperti para preman itu, kepolosan dan kejujuran Abdul Qadir boleh jadi kayak air segar di tengah padang pasir. Yang jelas, dikisahkan kepala rampok bersama gerombolannya bertaubat malam itu juga gara-gara kejujuran Abdul Qadir Jailani. Jadi, sikap jujur pada saat yang tepat bisa membawa keberuntungan. So, ketimbang suka bohong, lebih baik kita jujur aja! Berbohong itu, selain dosa, bisa membuat kita capek dan melelahkan, juga menyiksa. Iya dong, namanya juga bohong, artinya kita akan selalu dipaksa untuk mengingat terus hal-hal yang kita bohongkan itu. Misalnya, kita malu ‘Cuma” punya orang tua yang kerjanya hanya sebagai kuli bangunan, lalu kemana-mana kita selalu ngaku bahwa orang tua kita itu bekerja di perkantoran. Uh, buat inget-inget itu aja udah makan energi banget lho! Meski kata orang, sekarang ini susah buat jujur, tapi itu pandangan yang terlalu pesimis. Kejujuran, nanti kita bakal tahu sendiri, akan menyentuh banyak orang, dan ujung-ujungnya kita yang akan beruntung. Allah juga tambah sayang, dan begitu Allah bertambah sayang sama kita, maka Dia akan menggerakkan hati manusia untuk juga sayang sama kita. Ya iyalah, Zaman kayak gini, nilai tambah seseorang untuk masuk dunia kerja justru karena kejujurannya. Memang ada sih, yang dengan modal culas dan licik bisa maju, tapi, mau berapa lama? Saat ini, bukti-buktinya makin menunjukkan kalo jadi orang jujur dan professional justru makin dicari. Ada sebuah informasi, ada seorang konsultan pajak yang membangun bisnisnya, gara-gara kepercayaan orang bule yang terkesan dengan kejujurannya. Saat konsultan pajak lain cenderung menipu dan ngibul, dia justru memberi uang kembalian. Terang aja si bule yang jadi kliennya kaget. Lama-lama, banyak urusan diserahkan sama dia, dan jadilah bisnisnya berkembang sampai sekarang. Jadi, pilih mana, JUJUR atau CURANG? Jujur aja deh. Hati lebih tenang, hidup bakal lebih asyik. DI JAMIN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar