Lelaki
Pembobol Kubur
Suatu
hari, Hatim berceramah di Balkh .
Di ujung ceramahnya, seperti biasa, Hatim berdo’a, “Ya Allah, siapa pun di
majlis ini yang merupakan seorang pendosa terbesar dan terkeji, ampunilah dia.”
Tanpa
Hati sadari, diantara yang hadir di majelisnya itu ada seorang lelaki yang
kerjanya mencuri kain kafan dari orang-orang mati. Jadi, kalo orang lain sedih
karena ada yang wafat, dia malah senyum simpul kegirangan, karena malemnya,
lelaki itu bakal suja cita membongkar makam si mayit dan mencuri kain kafannya.
Meski dia denger do’a Hati itu, dia cuek aja. Bisnis mah jalan terus…, gitu..
Nah,
siang itu ternyata ada yang wafat dan dimakamkan sore harinya. Malam itu juga,
sang maling kubur itu langsung bersiap melakukan pekerjaan rutinnya. Dengan
tenang, ia mulai menggali makam itu. Nah, saat itulah, tiba-tiba ia mendengar
suara dari dalam makam yang lagi dia gali,
“Heh,
apa kamu nggak malu? Pagi tadi itu kamu udah diampuni di majelis Hatim, dan
mala mini kamu kembali ke pekerjaan lamamu?”
Lelaki
itu sontak meloncat keluar dari makam itu saking kagetnya. Meski ini bukan
adegan sinetron, terbirit-birit malem itu juga dia pun lari kencang menuju
rumah Harim. Dengan menangis tersedu-sedu, ia ceritakan semua yang dilakukannya
dan apa yang telah terjadi di makam. Sejak saat itulah, ia bertobat dari
profesinya sebagai pembobol kuburan.
Nah,
menurut sebuah hadits shahih riwayat muslim, hal ini emang bagian dari
keutamaan mendo’akan orang lain.
Menurut
hadits itu, kalo kita doyan mendo’akan orang lain itu keistimewaannya ada dua.
Pertama, do’a itu biasanya lebih cepat tekabul, dan kedua, do’a yang kita minta
buat orang lain itu bakal diaminkan oleh malaikat agar kena ke kita juga! He,
he, he…asyik kan ?
Jadi,
ayo, biasain deh, berdo’a buat orang lain: temen, sodara, kenalan, sahabat, dan
nantikan juga deh, hal-hal yang mengejutkan dalam hari-hari kamu ke depan.
Kemarahan
Hatim
Nah,
meski Hatim terkenal karena kelembutan budinya, sesekali waktu dia bisa marah
juga lho…..ya iyalah! Namanya juga manusia! Tapi, bedanya, kemarahan Hatim itu
bener-bener karena terpaksa, dan alasannya juga kuat, lho!
Nah,
salah seorang murid Hatim, Sa’ad ibnu Muhammad ar-Radhi meriwayatkan, kalo
selama bertahun-tahun dia menjadi murid Hatim, selama waktu itu hanya sekali
dia melihat Hatim marah besar!
Ceritanya
gini, waktu itu, Hatim pergi ke pasar. Di sana ,
ia melihat seorang lelaki pedagang makanan lagi marah-marah, sambil mencengkram
kerah leher seseorang, yang ternyata adalah salah seorang muridnya. Udah gitu,
dia pake teriak-teriak,” ini anak sering banget ngambil makanan daganganku dan
ia nggak bayar sepeserpun!”
“Wahai
tuan, berbaik hatilah,” kata Hati lemah lembut sambil berusaha menengahi.
Sebetulnya dia malu juga, tapi dia tahu persis, murid-muridnya emang banyak
yang miskin, sehingga emang banyak yang minta makan pada orang lain.
Saya
nggak mau berbaik hati. Saya ingin uang saya,” teriak lelaki itu lebih keras
lagi.
Semua
perkataan Hatim untuk membujuk lelaki si pedagang itu nggak membawa hasil.
Lama-lama, Hati kesel juga. Ini orang kok gak tahu diri bener, sih? Hatim pun
marah. Seketika itu juga ia melepaskan jubahnya dan melemparkannya ke tanah
ditengah-tengah pasar itu. Seketika, jubah itu penuh dengan koin-koin emas.
“silakan,
ambillah yang menjadi hak kamu, jangan lebih! Kalo nggak, tangan kamu bakal
lemah lunglai!” Kata Hatim dengan keras.
Si
pedangan itu buru-buru memunguti koin-koin emas itu sampai sejumlah haknya.
Tapi, nah, ini dia, keluar sifat dasar manusianya: rakus! Si pedagang itu masih
juga ngambil yang bukan haknya! Seketika itu juga, tangannya menjadi lemah
lunglai nggak berdaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar