Senin, 30 November 2009

Selamat Hari Raya Idul Adha........


Sunnatullah Kemenangan

Maka dirikanlah shalat dan berkorbanlah,
Sesungguhnya musuh akan hancur
(QS. Al Kautsar)

            Jika A bekerja selama 8 jam, dan B ingin mengalahkan prestasi A, maka Bharus bersungguh-sungguh dalam bekerja, bahkan lebih dari itu  dia harus dapat berkorban waktu dimana jika A bekerja selama 8 jam, maka dia harus bekerja lebih lama 1 atau 2 jam, sehingga prestasi kerja B akan lebih unggul daripada prestasi si A. ini merupakan sunnatullah dalam setiap kemenangan.
            Kunci kemenangan adalah bekerja dengan kesungguhan, dan berani berkorban. Dengan kesungguhan dan kesediaan diri berkorban itulah seseorang dapat mengalahkan musuh, lawan, godaan dan tantangan, sehingga dapat mencapai prestasi khalifah di muka bumi. Inilah sebenarnya pesan dan maksud yang tersirat dari ayat :
“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu al kautsar, maka dirikanlah shalat kepada tuhanmu, dan berkorbanlah. Sesungguhnya dengan hal demikian, musuhmu akan hancur binasa.” (QS. Alkautsar: 1-3)
            Dalam kitab-kitab tafsir menyatakan bahwa, makna alkautsar ada 2 arti, pertama bermakna telaga kautsar di akhirat kelak. Kedua, alkautsar juga bermakna nikmat dan kebaikan yang banyak yang didapat oleh seseorang di dalam hidupnya di dunia ini, baik itu nikmat harta, nikmat kesehatan, nikmat ilmu, nikmat kekuasaan dan lain-lain. Nikmat tersebut merupakan modal bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Siapa saja yang dapat memakai dan mempergunakan nikmat kesehatan, nikmat waktu, nikmat tenaga, nikmat harta, nikmat ilmu, nikmat kekuasaan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perintah Allah dia akan mendapat kejayaan di dunia dan juga mendapatkan minum dari sungai alkautsar di akhirat nanti.
            Mempergunakan nikmat denga cara yang baik, berguna, dan bermanfaat bagi kehidupan diri dan manusia merupakan sikap mensyukuri nikmat. Tetapi jika nikmat disia-siakan, waktu dibuang-buang percuma, harta dihambur-hamburkan untuk hiburan, kekuasaan hanya untuk mencari popularitas dan kekayaan, maka seseorang itu itdak bersyukur kepada nikmat. Untuk itulah ayat selanjutnya memerintahkan manusia untuk memakai nikmat dengan cara yang baik, efektif, bermanfaat dunia dan akhirat. Perintah tersebut dinyatakan dalam ayat “shalli li rabbika”, maka dirikanlah shalat kepada tuhanmu.
            Cara bersyukur nikmat adalah dengan mendirikan shalat ritual kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat, dilanjutkan dengan “shalat social” dengan cara mempergunakan harta kekayaan untuk keperluan hidup diri dan menolong manusia yang lain, mempergunakan tenaga dan badan untuk bersikap mulia, mempergunakan waktu dengan positif, mempergunakan kekuasaan untuk kemaslahatan rakyat, dan lain sebagainya.
            Dengan pemakaian nikmat sesuai dengan perintah Allah, dan menghindarkan diri dari segala yang tidak berguna, barulah seseorang itu menjadi manusia yang berkualitas, dan menjadi umat yang berprestasi. Sebagai contoh, umat islam zaman dahulu jika memiliki kekayaan maka mereka mempergunakan kekayaan itu untuk membangun sekolah, universitas, perpustakaan, rumah sakit, dan segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Itulah yang terjadi pada zaman kegemilangan Baghdad, Andalusia, Turki, Usmaniyah, dan lain sebagainya.
            Tetapi jika kekayaan itu hanya dipakai untuk mencari kesengan hidup, untuk bermewah-mewah maka umat tersebut tidak mempunyai kualitas dan prestasi.
            Lihat pada hari ini, sebagian umat islam memiliki kekayaan berlimpah-limpah tetapi kekayaan itu bukan dipakai untuk mendirikan sekolah, dan universitas yang bermutu, bukan untuk riset dan teknologi, bukan untuk membangun pusat peradaban bagi masyarakat; tetapi hanya dipergunakan untuk membangun dan mendirikan hotel-hotel mewah seperti al Buruj, atau dipakai untuk bersenang-senang seperti membuat bunga api yang melebihi olimpiade Beijing, dan lain sebagainya, maka akibatnya kekayaan umat islam yang begitu hebat tidak ada manfaatnya bagi kemajuan umat.
            Pada waktu yang sama, orang kafir, Negara bukan islam memiliki universitas yang sangat bermutu, pusat riset sehingga dapat mengeluarkan teknologi yang canggih, menguasai pusat media, informasi, persenjataan berkualitas, padahal kekayaan mereka kalah dibandingkan kekayaan Negara-negara petrodollar..dengan demikian kita dapat dikatakan mengapa umat islam kalah, sebab mereka baru melakukan shalat ritual, tetapi melakukan shalat social dalam mempergunakan nikmat yang Allah berikan kepada mereka.
            Syarat kedua dalam mencapai kemenangan adalah pengorbanan. Inilah maksud ayat al Qur’an “Wanhar”, dan berkorbanlah. Berkorban di sini bukan hanya berkorban menyembelih kambing, tetapi jika umat islam ingin mengalahkan musuh, ingin mencapai kemenangan maka ada kewajiban untuk mengorbankan harta kekayaan, ilmu pengetahuan, kekuasaan, waktu dakn kesehatan.semuanya harus dipergunakan untuk mencapai kejayaan umat secara bersama, bukan untuk kepentingan diri sendiri, bukan untuk kelompok dan partai, bukan untuk kesenangan diri sendiri, tetapi untuk kemaslahatan umat islam secara berjamaah, semuanya.
            Jika orang kaya telah mengorbankan hartanya untuk kepentingan pendidikan, ekonomi, teknologi umat, jika penguasa mengorbankan kekuasaannya untuk menegakkan hokum yang menguntungkan umat, jika professor dan ilmuan mempergunakan ilmunya untuk membangun teknologi dan inovasi umat, dan jika orang awam mempergunakan waktunya untuk menolong umat, barulah umat islam dapat mengalahkan musuh dan orang kafir. Itulah makanya ayat tersebut dilanjutkan dengan ayat “Inna syani’aka huwal abtar”, sesungguhnya musuh-musuh engkau akan hancur. Inilah syarat dan sunnatullah dalam mencapai kemenangan.
            Dari keterangna di atas marilah kita teliti mengapa umat islam belum menang, belum dapat mengalahkan musuh…? Sebab umat islam belum melakukan pengorbanan untuk perjuangan dan kemajuan umat. Umat islam belum berkorban waktu dengan cara mempergunakan waktu kepada hal yang positif lebih daripada pemakaian waktu orang kafir. Umat islam belum berkorban ilmu, melakukan riset dan pengkajian lebih daripada yang dilakukan oleh orang kafir. Umat islam belum mengorbankan kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan umat islam yang lain. Malahan kekayaan umat islam dikeruk habis orang kafir untuk keuntunga mereka.
            Perpustakaan kongres Amerika yang sangat terkenal itu hanya dibiayai oleh seorang konglomerat yang merupakan donator tetap. Starbuck Coffe yang terbesar di seluruh dunia mempergunakan sebagian besar keuntungan untuk sumbangan kapada Negara Israel. Pada waktu yang sama umat islam hanya disibukkan dengan berkorban kambing atau sapi yang berharga ratusan ribu setiap tahun. Sedangkan dana untuk kepentingan umat, membangun ekonomi umat, membangun madrasa, universitas, perpustakaan, pusat riset dan teknologi, beasiswa bagi pelajar dan mahasisiwa cemerlang tidak mendapat perhatian dari umat islam.
            Mana pengorbanan kita untuk membantu kemiskinan umat..? mana pengorbanan kita untuk membantu mereka yang putus sekolah..? mana pengorbanan kita untuk pelajar muslim dan mahasiswa muslim yang cemerlang tetapi tidak mempunyai biaya untuk pendidikan..? mana pengorbanan kita untuk mendirikan pusat pelayanan kesehatan dengan membangun rumah sakit gratis, sekolah gratis, seperti yang dilakukan oleh orang kafir. Padahal Allah telah memberikan pedoman kepada kita bahwa kemenangan hanya dapat dicapai jika umat islam melakukan pengorbanan yang lebih besar daripada orang lain.
            Semoga Idul Adha kali ini bukan hanya sekedar melakukan shalat Ied dan menyembelih hewan qurban, tetapi memberikan kesadaran kepada kita untuk melakukan suatu pengorbanan dalam membangun kejayaan umat dimasa depan..inilah pelajaran dan maksud Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Qurban. Seakan-akan Allah berkata kepada kita semua :
            “Wahai hamba-Ku…wahai umat Muhammad, wahai manusia, dalam tahun ini, Aku telah memberikan kepadamu nikmat kekayaan, nikmat kesehatan, nikmat kekuasaan, nikmat ilmu yang banyak…….wahai hambaKu, sudahkah engkau mempergunakan nikmat tersebut denga baik, sebagai sarana ibadah kepada Ku….,sudahkah engkau mempergunakan nikmat tersebut sebagai sarana pengorbanan demi kejayaan dan perjuangan umat melawan musuh-musuh kekafiran…? Jika engkau belum melakukannya, bagaimanakah engkau bisa menang untuk mengalahkan musuh-musuh Allah!
            Lihat tuh Allah bertanya kepada kita semua termasuk aku…..apa yang harus kita jawab coba…..Astagfirullah……padahal Allah telah berfirman lakukanlah shalat dan berkorbanlah….tapi lihat sekarang, apa yang telah kita, aku lakukan. Mugkinkah umat islam akan terpuruk nantinya….Ya Allah kami berlindung kepada Mu…dari segala kebodohan umatMu…………….!

            Pelajaran Dari Mina
“Allah tidak menerima daging dan darah hewan Qurban, tetapi Allah hanya menerima ketakwaan kamu”

            Mina berasal dari akar kata “Muna” yang bermakna harapan. Mina adalah tempat bagi jamaah haji untuk meontar jumrah. Mina adalah gambaran bahwa umat Islam dalam mencapai harapan dan kemenangan harus melakukan perjuangan melawan segala bentuk kebatilan. Perjuangan tersebut dilambangkan dengan melontar batu pada tiga jumrah, Jumrah Ula, Jumrah Wustha dan Jumrah Aqabah.
            Melontar jumrah ini bermakna bahwa dalam menghadapi kehidupan, manusia akan mendapat godaan baik itu godaan syaitan maupun godaan hawa nafsu. Jika manusia ingin berhasil, maka dia harus dapat melawan godaan tersebut sebagaimana dia melontarkan batu masuk ke dalam lubang-lubang jumrah. Godaan itu akan datang dalam berbagai bentuk. Ada godaan yang besar, ada godaan yang sedang, dan ada godaan yang kecil, sama halnya ada tiga tempat melontar, Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha.
            Godaan syaitan dan godaan nafsu itu akan datang berulang kali, seperti halnya orang melakukan ibadah haji harus melontar jumrah berulang kali, yaitu pada hari ke 9, 10, 11 Dzulhijjah bagi yang melakukan nafar awal dan ditambah satu hari lagi bagi yang melakukan nafar Tsani.
            Godaan syaitan dan dunia akan datang dalam kehidupan kita berulang kali, maka kita juga harus dapat melontar godaan syaitan, melontar musush-musuh islam, melontar nafsu keduniaan itu berulang kali sehingga hidup yang penuh perjuangan untuk melakukan perintah tuhan dapat lulus dari segala godaan dan tantangan.
            Tantangan musuh-musuh kafir, godaan syaitan dan dunia serta nafsu tersebut hanya dapat dilawan dengan kekuatan iman. Itulah sebabnya dalam melontar jumrah kita ucapkan “Bissmillahi Allahu Akbar”. Jamaah haji sewaktu melontar batu kepada jumrah hendaklah melontar dengan penuh keimanan bukan dengan emosi dan nafsu. Sewaktu melontar jumrah, kita tidak melontar tiang dengan emosi, tetapi melontar untuk memasukkan batu ke dalam lubang. Ini bermakna untuk mencapai keberhasilan, manusia harus dapat membuang nafsu dan syaitan dari dalam dirinya, karena selama nafsu dan syaitan masih berada dalam badan, manusia tidak akan dapat melakukan ibadah dengan baik, juga tidak akan dapat melakukan kerja dengan baik, apalagi untuk membantu orang lain dengan penuh kasih sayang.
            Sewaktu melontar jumrah, sebenarnya kita sedang melontar dan membuang nafsu dari dalam diri kita masing-masing, membuang rasa ego di dalam dada, dan melontar syaitan yang datang menggoda di dalam hati kita.
            Dengan melontar batu ke dalam lubang jumrah juga memberikan pelajaran bagi umat islam bahwa dalam menghadapi musuh-musuh islam, menghadapi orang kafir yang selalu mengganggu umat islam, maka umat islam perlu mempunyai senjata iman dan senjata teknologi (dilambangkan dengan batu), dan umat islam diharapkan dapat memakai senjata tersebut dengan baik, sahingga dapat memberikan ketakutan ppada musuh, sebagaimana pesan dalam ayat Al Qur’an:

            “Dan persiapkanlah segala sesuatu yang kamu mampu untuk menghadapi mereka (orang kafir) dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) dapat menggentarkan musuh-musuh Allah, musuh-musuhmu, dan orang yang tidak kamu ketahui” (QS. Al Anfal:60)

            perjuangan menghadapi musuh tersebut harus dilakukan dengan segala potensi. Untuk hari ini kita memerlukan batu-batu teknologi, batu-batu ekonomi, batu-batu media, batu-batu intelektual, batu pemikiran dan batu-batu budaya. Seperti halnya dalam melontar jumrah, umat islam diperbolehkan melontar dari atas. Dalam lontaran tersebut yang penting masuk ke dalam lubang, jangan sampai batu keluar atau mengenai jemaah haji yang lain.
            Demikian juga umat islam dalam melakukan perjuangan dan perlawanan kepada musuh yang satu, dan harap dijaga jangan sampai lontaran terkena kepada sesama umat islam atau kelompok umat islam yang lain.
            Mari berbagi tugas dalam menghadapi serangan musuh, bukan saling merasa lebih dari kelompok yang lain. Perjuangan melawan musuh harus dilakukan bertahap sebagaimana dalam melontar jumrah. Ada jumrah Ula, ada jumrah wustha dan ada jumrah Aqabah. Berarti dalam melawan musuh umat islam harus mengenal kekuatan dan strategi musuh, ada yang bersifat ringan, ada musuh yang sedang dan ada musuh yang besar.
            Demikian juga dalam menghadapi godaan syaitan dan hawa nafsu, ada godaan kecil, sedang ataupun godaan besar. Perjuangan dan perlawanan terhadap musuh dan syaitan itu tidak boleh berhenti, sebab mereka akan menyerang dan menghancurkan umat islam dengan berbagai cara dan dalam program yang berkesinambungan.
            Dalam melontar jumrah, umat islam perlu dilakukan beberapa kali, dalam beberapa hari. Pertama kali hadapi musuh yang terbesar secara serentak, sebab itu sebaik dating ke Mina jamaah haji melontar jumrah Aqabah, tanpa Ula dan Wustha. Tetapi hari selanjutnya melakukan jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, sebab perjuangan dan perlawanan diperlukan tahapan dan berkesinambungan.
            Demikian juga dalam perjuangan dan perlawanan tersebut diperlukan program-program yang saling terkait dengan pembagian kerja yang rapi, sebagaimana dalam melontar jumrah di Mina ada sebagian jamaah yang melakukan nafar awwal (melontar hanya pada 10, 11, dan 12 Dzulhijjah), dan sebagian lain pada nafar Sani (menambah 1 hari 13 Dzulhijjah). Ini bermakna umat islam dalam perjuangan memerlukan pembagian kerja dan program yang terencana, dimana ada program jangka pendek (nafar awal), dan program jangka panjang (nafar sani).
            Jika seandainya umat islam melakukan perjuangan dan perlawanan seperti manajemen lontar jumrah, insya Allah harapan umat untuk mencapai kemenangan (Muna) akan tercapai.
            Setelah melontar jumrah, jamaah haji disunatkan untuk menyembelih qurban. Ini merupakan pendidikan bahwa dalam menghadapi hidup di dunia dan mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat kelak, manusia harus siap untuk melakukan pengorbanan.
            Tiada kemenangan tanpa perjuangan, dan tiada perjuangan tanpa pengorbanan. Tiada kejayaan tanpa pengorbanan. Pengorbanan diperlukan dalam setiap perjuangan kehidupan, baik pengorbanan waktu, harta, pemikiran, dan jiwa. Inilah kunci kejayaan seorang manusia dalam menghadapi tantangan kehidupan.
            Pengorbanan individu untuk perjuangan umat (bikan perjuangan kelompok) merupaka kunci kemenangan untuk mengalahkan musuh, sepert tersirat dalam ayat:
“Sesungguhnya kami telah memberikan nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat, dan berkorbanlah, sesungguhnya musuh kamu akan hancur”.
            Dari ayat di atas, ada sebuah pesan yang sangant penting bahwa kekuatan musuh akan hancur juka umat islam telah berani berkorban apa saja yang dimilikinya untuk perjuangan melawan kebatilan. Menyembelih kurban hanya merupakan latihan untuk selalu mengorbankan apa saja yang dia miliki setelah pulang dari menunaikan ibadah haji.
            Umat islam memerlukan pengorbanan dari setiap individu dengan kapasitas dan profesi masing-masing. Perjuangan dan pengorbanan dalam bidang pendidikan, bidang ekonomi, budaya, media, pemikiran, politik, bidang ilmu dan teknologi, merupakan syarat untuk mencapai kemenangan di masa depan.
            Setiap individu, setiap kelompok, setiap partai, setiap ormas, setiap lembaga, harus melakukan “ amal jama’i” dan jaringan kerja sama untuk menghadapi segala rancangan dan strategi musuh dengan penuh perjuangan yang terancang dan pengorbanan sebagaimana yang disampaikan oleh ritual melontar jumrah di Mina.
            Semoga pelajaran Mina dapat memberikan kesadaran kepada setiap individu dan kelompok dalam memberikan sumbangan kepada perjuangan islam di masa mendatang.


Khutbah Arafah
Haji itu adalah arafah
            Pada tanggal 25 Dzulqaedah tahun ke 10 Hijriah, Rasulullah keluar dari Madinah untuk mengerjakan haji ke kota Mekkah. Inilah ibadah haji yang pertama dan yang terakhir dilaksanakan oleh Rasulullah. Hikmah dari padanya, mengapa hanya sekali saja Rasulullah melakukan ibadah haji dalam hidupnya, sebagai makna bahwa ibadah haji hanya sekali saja diwajibkan dalam seumur hidup, dan haji selanjutnya merupakan ibadah sunat.
            Ada perbedaan pendapat dikalangan perawi hadits tentang cara Nabi Muhammad SAW melakukan haji. Ahli Madinah berpendapat bahwa Nabi melakukan ibadah haji ifrad (umrah dan haji dilakukan secara bersamaan), sedangkan perawi yang lain menyatakan bahwa Nabi melakukan haji Qiran (haji dahulu lalu umrah), sedangkan yang lain berpendapat Nabi melakukan haji tamattu (umrah dahulu lalu haji).
            Perbedaan riwayat ini, untuk memberikan pelajaran bagi kita bahwa cara haji yang manapun dilakukan, nilainya adalah sama, tergantung pada niat, dan penghayatan pelaksanaan ibadah haji. Yang paling utama bagaimana dapat menghayati ibadah tersebut, sehingga setelah haji dapat menjadi haji yang mabrur, dalam arti manusia yang selalu berbuat baik untuk dirinya dan orang lain, sebagai wujud penghambaan kepoada Allah.
            Haji adalah Arafah.
Maksud wukuf adalah berhenti sejenak untuk merenunggi diri, bertafakkur dan bermuhasabah, baik itu terhadap persoalan diri sendiri, ataupun persoalan umat islam seluruhnya.
Wukuf adalah bertafakkur memikirkan program untuk diri sendiri dan umat manusia yang lain. Program ini dapat dilakukan setelah seseorang dapat menilai kehidupan yang dilaluinya, mengenal dirinya, mengenal persoalan hidup yang dihadapinya, mengenal segala problematika umat secara menyeluruh, kemudian melihat dimana kelemahan dan kekuatan individual dan umat islam seluruhnya.
            Kelemahan, kesalahan, dan kekurangan baik itu secara individual dan jamaah harus diakui dan diminta pengampunan dengan istighfar dan taubat, sedangkan harapan-harapan harus dilakukan dengan do’a dan munajat. Inilah makna wukuf di Arafah.
            Dapat dikatakan bahwa wukuf di Arafah adalah perkumpulan umat islam seluruh dunia untuk mengevaluasi diri dan umat islam secara menyeluruh, menudian merencanakan program-program umat islam secara menyeluruh dengan membangun sinergi kerja secara bersama, menggabungkan seluruh potensi umat, baik dalam bidang ekonomi, pengetahuan, masyarakat dan sebagainya.
            Agar program tersebut dapat terarah, maka dalam wukuf di Arafah tersebut, seorang khalifah harus memberikan pengarahan-pengarahan sebagai kata kunci dan panduan bagi seluruh umat. Pandangan dan kata kunci itulah yang disebut khutbah Arafah.
            Pada waktu rasulullah SAW sampai di padang Arafah, beliau mengucapkan khutbah Arafah sbb:
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hencak aku katakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya. Hai manusia.., sesungguhnya darah dan harta mu adalah suci begimu (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga), seperti hari dan bulan yang suci sekarang ini di negerimu. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk prilaku dan tindakan jahiliah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindakan pembalasan jahiliyah seperti itu yang pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Rabi bin Harist.
Kemudian Nabi melanjutkan:
“Riba jahiliyah tidak berlaku lagi, dan riba yang pertama kali kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi.
Wahai manusia, dinegeri kalian ini syaitan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi syaitan itu masih tetap menginginkan yang lain. Syaitan itu akan merasa puas jika kamu melakukan perbuatan yang hina, sebab itu hendaklah kalian jaga baik-baik agamamu ini.
Wahai manusia, sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran, dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar, dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah, kemudian mereka meghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan.
“Sesungguhnya zaman berputar, seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah 12 bulan, empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci, tiga bulan berturut-turut Dzulqaedah, Dzulhijjah, dan Muharram. Bulan rajab adalah antara bulan Jumadil akhir dan Sya’ban.
Wahai manusia..takutlah kepada Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanah Allah dan kehormatan. Mereka dihalalkan bagimu dengan nama Allah. Sesungguhnya kamu mempunyai hak atas istrimu, dan mereka mempunyai hak atas dirimu. Hak kalian atas mereka adalah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang lain yang tidak kamu sukai kedalam rumahmu. Jika mereka melakukan hal itu, maka pukullah yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas dirimu adalah kamu harus memberikan nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik. Maka perhatikannlah perkataanku ini, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan.
Aku tinggalkan sesuatu padamu, jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.
Wahai manusia, dengarkanlah dan taatnlah kalian, sekalipun kamu akan diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habsyah yang berhidung pesek, selama dia menjalankan kitabullah kepada kalian.
Wahai manusia, berlaku baiklah kalian kepada budak-budakmu, berilah mereka makan apa yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian dari jenid pakaian yang kalian pakai. Jika mereka melakukan suatu kesalahan yang tidak dapat kamu maafkan, juallah budak-budak tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka.
Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikannlah. Kalian tahu bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dan semua kaum muslimin adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil dari saudaranya kecuali yang telah diberikan padanya dengan senang hati, karena itu janganlah kamu menganiaya diri sendiri (melakukan kezaliman).
Ya Allah…sudahkah aku sampikan. Wahai manusia, kalian akan menemui Allah, maka janganlah kalian menjadi sesat sepeninggalku nanti, dan janganlah sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima khabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkan secara langsung. Kalian akan ditanya tentang aku, maka apakah yang hendak kamu katakana…? Mereka menjawab : “ kami bersaksi, bahwa engkau telah menyampaikan risalah, telah menunaikan amanah dan memberi nasihat.” Kemudian seraya menunjuk kea rah langit dengan jari telunjuknya, nabi bersabda sebanyak tiga kali: “Ya Allah, saksikanlah…” (Said Ramadhana Buthi, Sirah Nabawiyah, 2000)

            Dari khutbah Arafah yang dibacakan Nabi dalam haji wada’ (haji terakhir) tersebut, beliau mewasiatkan sesuatu hal yang penting dalam kehidupan manusia sepanjang zaman. Pertama, Nabi menyatakan bahwa inilah pertemuan terakhir bagi dirinya dan umatnya di Arafah, berarti bahwa ini merupakan pengarahan dan wasiat yang terakhir didengar oleh seluruh umat islam. Ini juga melambangkan bahwa nilai khutbah di Arafah, adalah khutbah dan wasiat yang perlu dijadikan pegangan dalam kehidupan. Arafah bukan hanya sekedar acara ritual semata, tetapi merupakan awal penentuan sikap hidup untuk tahun mendatang. Jika dalam suatu Negara, ada pidato kenegaraan setiap hari kemerdekaan yang membicarakan program dan rencana Negara. Jika masyarakat dunia ada pidato awal tahun setiap tahun baru, maka inilah pidato dab rencangan tahunan bagi umat islam sedunia. Sebaiknya setiap orang yang sedang wukuf di Arafah menyusun program untuk menjadi manusia yang mabrur, dan menjadikan umat islam menjadi khairu ummah, masyarajat terbaik dalam segala bidang kehidupan.
Kedua, dalam khutbah Arafah, Nabi menekankan masalah keadilan hokum dan saling menghargai hak-hak asasi manusia, sehingga setiap orang harus dapat menjaga kehormatan orang lain, dan Negara lain. Keadilan dan persamaan hak dalam hokum dengan menghormati yang lain merupakan asas kedamaian ditengah masyarakat.
Ketiga, Nabi menekankan keadilan ekonomi dengan meninggalkan riba, sebab riba adalah bentuk kezaliman ekonomi, sehingga dengan riba sikaya menzalimi si miskin, si pemilik modal menzalimi si peminkam, sebab itu rasulullah menyatakan riba dengan segala bentuknya, wajib dihilangkan. Tetapi lihatlah sekarang, dunia penuh dengan riba, sehingga tiada sistem keuangan tanpa riba, malahan dengan bunga uang demikian tinggi sehingga Negara miskin tambah miskin, dan Negara kaya semakin kaya. Untuk itu, dalam menegakkan ekonomi, bunga dan riba wajib dihapuskan.
Keempat, nabi menegaskan masalah kewajiban manusia untuk memelihara kehormatan dan hak-hak wanita serta keluarga. Sebab, kehancuran masyarakat jika wanita dan keluarga tidak mendapat perhatian sepenuhnya. Hak dan kewajiban istri, suami, anak, saudara, merupakan asas bagi terciptanya keluarga sakinah, mawaddah warahmah.
Kelima, nabi menegaskan ketaatan dalam bernegara selama pemimpin dalam kebenaran, walaupun dipimpin seorang hamba sahaya yang hitam dari Habsyah. Berarti supremasi hokum bukan ditangan penguasa tetapi ditangan sistem yang bersumber dari al Qur’an.
Keenam, nabi menegaskan sikap ukhuwah dan sinergi dalam segala hal, sehingga potensi jamaah dapat dikembangkan dengan kerjasama dan ukhuwah.
Ketujuh, nabi mengingatkan apapun sikap hidup yang kita lakukan, semuanya akan dipertanggungjawabkan di depan Allah, baik dalam masalah ritual, masalah ekonomi, sosial, keluarga dan masalah Negara.
            Hal-hal yang rasulullah sampaikan ini, merupakan inti persoalan dunia sampai hari ini, dari keadilan hokum, keadilan ekonomi dan keadilan berkeluarga serta Negara, dan hidup berdampingan membina persaudaraan dan ukhuwah.
            Semoga dengan datangnya hari idul adha, mengingatkan kita untuk tetap menjaga amanah dan wasiat nabi dalam khutbah Arafah ini. Inilah pesan Arafah, dan dasar-dasar menjadi haji yang mabrur.

Aplikasi Haji  dalam Kehidupan
Dan sempurnakan haji dan umrah karena Allah
(QS Al Baqarah : 187)


      Banyak orang menyangka bahwa ibadah haji hanya bersifat ritual, padahal Quran menyuruh kita mencari hikmah dibalik haji dan umrah untuk dijadikan model hidup yang sempurna , sebagaimana dinyatakan dalam al Quran.
“Dan serukanlah kepada manusia untuk melakukan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka dapat menyaksikan manfaat”(QS. Al Haj : 27-28)
      Dalam ayat ini Allah menyuruh umat manusia unyuk melakukan haji dan melihat serta memperhatikan manfaat, hikmah daripada prosesi ibadah haji tersebut. Dengan demikian dalam prosesi ibadah umrah dan haji manusia harus dapat mengambil pelajaran, pendidikan, strategi, falsafah hidup, sehingga menjadi individu yang sempurna, dan menjadi umat dan jamaah yang terbaik, pribadi terbaik inilah yang harus dibuktikan dalam sikap sehingga dapat menjadi “insan  mabrur”, baik mabrur secara individu, dan secara sosial berjamaah.
Untuk mendapatkan mabrur tersebut,beberapa langkah yang perlu dilakukan:
1.Ihram: Kesucian diri dengan mengontrol keinginan dan nafsu.
      Langkah pertama untuk menjadi manusia sempurna adalah keupayaan diri untuk mengontrol diri, dari keinginan dan hawa nafsu.Dalam ihram seseorang diharamkan  dari memakai sepatu yang halal. Ini merupakan gambaran bahwa seorang individu harus dapat mengontrol antara keperluan dan keinginan.
      Seorang yang sukses adalah individu yang dapat melihat antara keperluan dan keinginan. Berarti ihram adalah bagaimana seseorang mengontrol diri dari memakai kekayaan yang berlebihan, memakai kekuasaan semau-gue, memakai sesuatu milik dengan tidak berguna, mubazir, dan lain-lain.
      Pribadi yang  ihram adalah pribadi yang selalu memakai waktu dengan sebaik-baiknya, bukan untuk permainan dan hiburan, mempergunakan kekayaan dengan sebaik-baiknya, bukan berbelanja sepuas-puasnya, selalu memperhatikan mana yang merupakan keperluan (need) dan mana yang bersifat keinginan (want), terhindar dari sifat “mubazir” dan “langa” (perbuatan, perkatan sia-sia). Inilah kunci dan syarat utama untuk menjadi manusia mabrur, manusia sempurna.
2. Thawaf: hidup dalam lingkaran ibadah.
      Thawaf adalah mengelilingi ka’bah 7 kali. Ini merupakan gambaran dari setiap individu yang ingin mencapai titik kesempurnaan hidup agar dapat menjadikan seluruh kegiatan dan aktivitasnya dalam rangka ibadah, pendekatan diri kepada tuhan.
      Thawaf juga bermakna bahwa segala gerak dan langkah hanya dilakukan dalam kerangka syariah, hukum0hukum dan perintah tuhan. Thawaf juga bermakna selalu melihat dan memperhatikan (muhasabah) diri apakah seluruh aktivitas keduniaan kita dari belajar, mengajar, berniaga, berpolitik, berbudaya, apakah sudah dalam kerangka hokum-hukum Allah dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.
      Demikianlah makna thawaf dalam kehidupan sehingga seluruh langkah merupakan bagian dari pendekatan diri kepada tuhan, sehingga aktivitas tersebut bukan saja merupakan asset dunia tetapi menjadi asset untuk kehidupan lebih panjang dan kekal di akhirat kelak.
3. Sa’I : Meningkatkan etos kerja sebagai khalifah.
      Manusia mendapat tugas menjadi khalifah di muka bumi, sehingga seluruh kekayaan alam dapat menjadi modal yang berguna bagi kehidupan manusia. Khalifah adalah menguasai bumi, dengan kerja keras. Itulah yang digambarkan dalam ibadah sa’I, berjalan dan berlari-lari kecil dari bukit safa menuju bukit marwa. Sudah menjadi sunnatullah, siapa yang mempunyai etos kerja yang tinggi, maka dia akan menguasai bumi, baik dia itu seorang muslim, kafir, atau atheis.
      Penguasaan dunia tidak mungkin didapat denga beribadah, berzikir, dan berdoa semata, tetapi harus dikuasai dengan ilmu, kerja, yang professional, disiplin dan ketabahan, dengan manajemen yang rapi, dan semangat pantang menyerah. Masyarakat muslim terdahulu menjadi masyarakat  khalifah sebab menguasai ilmu dan teknologi yang dicontohkan oleh Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Al Khawarizmi dalam bidang matematika, Ibnu Haytam dalam bidan optic, Ibnu Majid dalam bidang maritime. Ini semua disebabkan mereka mempunyai semangat etos kerja yang tinggi, semangat ibadah sai, semangat untuk menguasai kehidupan dunia sebagaiaplikasi tugas khalifa Allah dimuka bumi.
      Dengan aplikasi ibadah sai dalam kehidupan inilah maka umat islam terdahulu menjadi umat teladan, umat tebaik, berprestasi dalam segala bidang, yang tercatat dengan catatan emas sejarah kemanusiaan.
4. Tahalul: Pelayanan sosial secara individual.
 Tahalul adalah menggunting rambut. Kekayaan, ilmu, kuasa yang dimiliki seseorang dengan semangat sa’I harus dapat di “Tahalul” kan dalam arti seluruh kepandaian, keilmuan, pemikiran, kerja politik, kerja ekonomi, harus dapat menjadi sumbangsih kepada individu yang lain, sehingga seorang ilmuwan akan mendapat pahala jariah dari teori keilmuan yang dihasilkan.
      Seorang teknokrat dapat pahala jariah dari terobosan politiknya, dan seorang pengusaha dapat pahala jariah dari sumbangan sedekah, infaq dari kekayaan yang dimilikinya.
5.Wukuf: Menggalang potensi dan jaringan, menyusun langkah dan program umat mengatur strategi, manghadapi  tanangan dan masa depan. Wukuf adalah berhenti. Wukuf berarti individu muslim yang telah berprestasi diobidang masing-masing diharapkan berhenti sejenak, bukan berhanti untuk tidak berkarya, tetapi berhenti untuk menyatukan langkah, manggalang jaringan dan potensi, menyusun program untuk menghadapi tantangan dabn masa depan.
      Wukuf berarti membentk jaringan interdisiplin. Wukuf berarti membangun kerjasama antar kelompok umat,antar jamaah, antar firqah’ menyusun program bersama untuk satu tahun mendatang. Wukuf adalah kongres umat islam sedunia dalam bidang dan profesi masing-masing.
6.Muzdalifah : Persiapan menghadapi ancaman dan tantangan.
      Dari proses wukuf maka umat islam harus dapat melihat apa saja tantangan internal maupun eksternal.Ancaman dan tantangan tersebut harus dihadapi dengan kekuatan lahir dan batin.Kekuatan jiwa dan batin dengan mendekatkan diri kepada Allah,melakukan qiyamul lail, bermunajat kepadaNya, seperti mengambil batu di Muzdalifah dilakukan di malam hari lewat tengah malam, bukan disiang hari. Tetapi kekuatan batin harus diikuti dengan kekuatan lahir, yaitu mempergunakan senjata apapun yang mungkin dapat dipakai sesuai dengan bentuk tantangan mencari batu, melaambangkan manusia melawan kekuatan lawan, baik dengan inovasi teknologi dan sistem;
      Dengan semangat batu di Muzdalifah berarti umat islam harus mempersiapkan diri dengan kekuatan ilmu dan teknologi, kekuatan ekonomi, kekuatan budaya, kekuatan politik dan kekuatan militer sehingga umat islam tidak dipermainkan oleh umat yang lain, sebagaimana yang terjadi selama ini, di Irak, Palestina, Kashmir, Kurdistan, dll.
7.Melontar Jumrah Di Mina : Semangat perjuangan setelah dari Muzdalifah, jamaah haji akan berangkat menuju Mina untuk melontar Jumrah. Sebaik sampai, jamaah melontar Jumrah Aqabah, dan hari-hari selanjutnya melontar Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah.
Apakah maksud dan hikmah dari melontar Jumrah tersebut?
      Melontar jumrah adalah lambang perjuangan yang harus dilakukan oleh umat islam secara bersama, dengan bidang profesi, kepakaran masing-masing dengan memakai kekuatan yang dimiliki. Semuanya harus ikut berperan dalam perjuangan umat dengan profesi masing-masing. Perjuangan tersebut harus dilakukan dengan teratur dan berkesinambungan, sebagaimana melontar jumrah dilakukan dengan teratur dari jumrah ula, jumrah wustha, dan jumrah aqabah, dan berkesinambungan dari hari pertama, kedua dan ketiga.
      Perjuangan juga harus mempersiapkan generasi penerus, sebagaimana melontar jumrah dapat dilakukan dengan nafar awwal atau juga dengan nafar tsani. Ini menunjukkan setiap perjuangan harus memiliki estafet, yang berkesinambungan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
8. Menyembelih qurban : Pengorbanan.
      Pejuangan yang dilakukan baik secara individu, apalagi secara kolektif, dalam segala bidang di atas, memerlukan pengorbanan yang tinggi. Tanpa pengorbanan yang tinggi mustahil suatu perjuangan akan berhasil, sebagaimana diungkapkan dalam al Qur’an :
“sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka lakukanlah shalat dan berqurbanlah. Sesungguhnya (dengan pengorbanan tersebut) maka musuh engkau akan hancur” (QS. Al Kautsar: 1-3)
      Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa pengorbanan merupakan syarat untuk dapat mengalahkan pertahanan dan kekuatan musuh.
      Demikianlah nilai-nilai ibadah umrah dan haji yang harus menjadi pedoman umat islam dalam proses mencapai kesempurnaan hidup baik, secara individu maupun secara berjamaah.
      Dengan melakukan semua langkah diatas maka seorang muslim dapat menjadi manusia yang mabrur, individu yang berkualitas dan umat islam menjadi umat yang mabrur, umat teladan.
Selamat Hari Raya Idul Adha


Selasa, 24 November 2009

Menunaikan Ibadah Haji yukkkk....



Sekolah Idul Adha
Maka dirikanlah shalat dan berkorbanlah (QS. Al Kautsar)
            Idul Adha adalah sebuah sekolah, pendidikan dan media pendidikan bagi umat islam untuk mencontoh sebuah pengorbanan dari seorang manusia Ibrahim as, yang siap rela untuk mengorbankan anaknya sendiri Ismail as, demi melaksanakan perintah Allah SWT, untuk beribadah kepada-Nya.
            Pengorbanan tersebut hanya dapat dilaksanakan jika seseorang telah menjadikan perintah Allah, lebih utama dari segala apa yang dia miliki, walaupun anaknya sendiri. Cinta kepada melaksanakan perintah Allah harus lebih tinggi daripada cinta kepada anak dan harta. Ini merupakan ujian sebuah keimanan. Tetapi jika seseorang itu (mungkin termasuk saya kali ya…) masih sayang kepada hartanya daripada mengorbankan harta miliknya pada jalan Allah, maka orang tersebut belum memiliki kwalitas iman yang diharapkan. Dalam kitab suci Al-Qur’an di jelaskan :
Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaanmu yang khawatir merugi, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya:, dan Allah tidak member petunjuk kepada orang yang fasik” (QS. Attaubah:24)
            Dari ayat di atas, dapat dilihat bahwasanya jika seseorang lebih mencintai dirinya, anak-anaknya, harta kekayaannya, sehingga menghalanginya untuk membelanjakan harta tersebut di jalan Allah, maka orang tersebut termasuk orang yang fasik, dan mereka akan mendapat azab Allah.
            Dengan kata lain, dapat dikatakan, bahwa umat islam belum berani berkorban, masih lebih cinta pada kehidupan dunia, daripada mengorbankan hartanya untuk kepentingan dakwah dan perjuangan, umat islam pasti tetap dalam keadaan susah dan menderita. Ini merupakan sunnatullah. Jika umat islam masih lebih banyak menikmati harta kekayaan yang Allah berikan daripada memberikan harta tersebut di jalan Allah, maka umat islam tidak akan mencapai kemenangan.
            Berani berkorban, dengan memberikan segala yang dimiliki untuk memperjuangkan agama Allah, untuk kepentingan umat, merupakan syarat utama dalam sebuah perjuangan, dan merupakan bukti keimanan kepada Allah SWT. Inilah yang dinyatakan dalam surah al Kautsar:
Sesungguhnya kamu telah memberika kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat kepada tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (QS. Al Kautsar)
            Ayat ini menegaskan bahwa musuh akan hancur, kebathilan akan sirna, jika umat islam sudah berani berkorban atas segala yang dimilikinya.
            Jika umat islam masih sayang dengan apa yang dimilikinya, masih lebih mementingkan membuat rumah yang besar daripada membuat sekolah, perpustakaan, madrasah, maka musuh umat islam tidak pernah bisa dikalahkan.
            Ini sebagai pelajaran kepada kita semua (khususnya saya), bahwa suatu kebenaran harus diperjuangkan dengan biaya yang tinggi, suatu perjuangan memerlukan pengorbanan. Jika engkau belum berani berkorban, maka musuh kita tidak akan pernah kalah. Jika umat islam belum berani berkorban, maka musuh islam tidak akan pernah terkalahkan, karena umat islam lebih cinta kepada harta.
            Untuk mendidik jiwa siap berkorban setiap saat, maka Allah memberikan kepada umat islam sebuah ibadah Qurban setiap tahun pada hari raya Idul Adha, dengan mencontoh pengorbanan nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as, mendapat kemenangan sehingga menjadi pemimpin, sebab dia telah berhasil lulus dari ujian pengorbanan. Dia berani mengorbankan dirinya sendiri, sehingga dicampakkan ke dalam api yang menyala, demi memperjuangkan ajaran tauhid yang diyakininya. Dia berani meninggalkan anak istrinya di tengah gurun pasir demi menjalankan perintah Allah. Ujian tertinggi, dia berani menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya demi menjalankan perintah Allah.
            Jika pada hari raya idul adha, kita mengikuti Ibrahim as dengan menyembelih kambing, sapi, unta, berkorban kepada fakir miskin, maka pertanyaan yang sebenarnya adalah, apakah setelah itu kita berani mengorbankan harta kekayaan kita untuk berjuang di jalan Allah…?
            Jika umat islam memerluka dana untuk membangun masjid, sekolah, perpustakaan, rumah sakit, bea siswa, dana pendidikan, dan lain-lain, apakah kita siap berkorban…?
            Jika belum, berarti kita masih mencintai harta kita daripada berkorban di jalan Allah. Jika demikian, umat islam tidak akan pernah menang, dan musuh islam tidak akan pernah kalah.
            Malahan jika kita lihat orang kafir, untuk menghancurkan umat islam, mereka telah berani berkorban dengan segala yang mereka miliki.
            Lihat, bagaimana seluruh perusahaan barat saling mambantu gerakan untuk menghancurkan umat islam. Lihat….bagaimana besarnya dana yang diberikan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) barat yang beroperasi di dunia muslim, dengan memberika bantuan social, pendidikan, bea siswa, dengan tujuan untuk menghancurkan akidah umat islam. Ribuan mahasiswa muslim diberikan beasiswa oleh lembaga barat, agar nanti setelah mahasiswa tersebut kembali ke masyarakat muslim, mengajarkan islam dalam kerangka berfikir barat. Jutaan buku, majalah, dan artikel media cetak dan jaringan televise mereka dirikan dengan dana yang sangat besar hanya untuk memberikan informasi yang keliru terhadap umat islam. Ini semua mereka lakukan dengan mengorbankan harta kekayaan mereka untuk kepentingan musuh mereka.
            Jika mereka menang dan menjajah umat islam secara intelektual, informasi, budaya dan teknologi, maka memang suatu kewajaran sebab mereka telah berani mengorbankan harta kekayaan mereka untuk menyerang pemikiran dan akidah umat islam. Tetapi di saat yang sama, umat islam tidak berani berbuat yang sama, umat islam lebih cinta kepada kemewahan daripada perjuangan. Umat islam paling-paling berqurban dihari raya, atau memasukkan uang recehan ke dalam infaq masjid, sedangkan mereka memasukkan jutaan dolar pada lembaga mereka. Kita sibuk dengan berqurban ritual, membangun masjid, sedangkan mereka membangun stasiun tivi, membangun lembaga riset, memberika beasiswa kepada anak-anak muslim, sehingga anak-anak muslim kita menjadi ‘orang mereka’
            Sejarah telah mencatat, bahwa kemenangan umat islam di masa lalu tidak terlepas dari pengorbanan umat islam terdahulu. Sewaktu hijrah Abu bakar membawa seluruh kekayaannya sebanyak 5000 dirham untuk dipergunakan dalam perjuangan bersama nabi SAW. Utsman bin Affan berani berkorban seribu dinar untuk suatu perang, juga memberikan seribu ekor binatang tunggangan dan 50 ekor kuda untuk perang tabuk, dan dalam perang yang lain Utsman bin Affan menyumbang sebanyak 950 ekor unta dan 30 ekor kuda. Abdurrahman bun Auf berkorban sebanyak 40 ribu dirham, 500 ekor kuda, dan 1500 ekor unta untuk suaru peperangan. Sikap berkorban inilah yang menjadikan umat islam selalu mencapai kemenangan dimasa Rasulullah dan sahabat.
            Demikian juga sikap pengorbanan dari umat islam yang begitu hebat dengan membangun rumah sakit wakaf, perpustakaan wakaf, universitas wakaf, pusat riset wakaf, rumah anak yatim wakaf, jalan-jalan wakaf, dan beasiswa untuk mahasisiwa, penulis, ulama, dan segala keperluan pendidikan dan riset yang begitu besar, sehingga pada masa lalu umat islam mencapai masa keemasan dalam budaya, teknologi, ekonomi, polotik dan ilmu pengetahuan seperti di Baghdad, Andalusia. Ini semua dapat tercapai jika umat islam mempunyai sikap siap berkorban, mengorbankan harta kekayaan demi kepentingan umat, mbukan hanya sekedar berkorban kambing, atau umrah dan haji setiap tahun. Fa’tabiruu ya ulil albab…..

Sumber : istaid


Senin, 23 November 2009

Cerita sahabat Muslim 26


Kemarahan Hatim

            Nah, meski Hatim terkenal karena kelembutan budinya, sesekali waktu dia bisa marah juga lho…..ya iyalah! Namanya juga manusia! Tapi, bedanya, kemarahan Hatim itu bener-bener karena terpaksa, dan alasannya juga kuat, lho!
            Nah, salah seorang murid Hatim, Sa’ad ibnu Muhammad ar-Radhi meriwayatkan, kalo selama bertahun-tahun dia menjadi murid Hatim, selama waktu itu hanya sekali dia melihat Hatim marah besar!
            Ceritanya gini, waktu itu, Hatim pergi ke pasar. Di sana, ia melihat seorang lelaki pedagang makanan lagi marah-marah, sambil mencengkram kerah leher seseorang, yang ternyata adalah salah seorang muridnya. Udah gitu, dia pake teriak-teriak,” ini anak sering banget ngambil makanan daganganku dan ia nggak bayar sepeserpun!”
            “Wahai tuan, berbaik hatilah,” kata Hati lemah lembut sambil berusaha menengahi. Sebetulnya dia malu juga, tapi dia tahu persis, murid-muridnya emang banyak yang miskin, sehingga emang banyak yang minta makan pada orang lain.
            Saya nggak mau berbaik hati. Saya ingin uang saya,” teriak lelaki itu lebih keras lagi.
            Semua perkataan Hatim untuk membujuk lelaki si pedagang itu nggak membawa hasil. Lama-lama, Hati kesel juga. Ini orang kok gak tahu diri bener, sih? Hatim pun marah. Seketika itu juga ia melepaskan jubahnya dan melemparkannya ke tanah ditengah-tengah pasar itu. Seketika, jubah itu penuh dengan koin-koin emas.
            “silakan, ambillah yang menjadi hak kamu, jangan lebih! Kalo nggak, tangan kamu bakal lemah lunglai!” Kata Hatim dengan keras.
            Si pedangan itu buru-buru memunguti koin-koin emas itu sampai sejumlah haknya. Tapi, nah, ini dia, keluar sifat dasar manusianya: rakus! Si pedagang itu masih juga ngambil yang bukan haknya! Seketika itu juga, tangannya menjadi lemah lunglai nggak berdaya.


Sahl dan Amir yang Betobat

            Sahl ibn ‘Abd Allah ibn Yunus, Abu Muhammad al Tustari (wafat pada 283 H), biasa dipanggil Sahl At Tutari, adalah seorang sufi yang dijuluki Shaykh al- ‘arifin, dan Shuufi al Zahid.
            Sejak kecil, umur 3 tahunan, ia sering terbangun di tengah malam, melihat pamannya, Muhammad ibn al-Sawwar, melakukan shalat malam. Diceritakan ia telah menghafal al Qur’an dalam usia 7 tahun, dan hidup sejaman dengan Imam Abu Dawud, seorang imam hadits yang kondang. Ia besar dibawah bimbingan seorang sufi uang juga kondang, Dhu al-Nun al-Misri.
            Nah, seperti juga orang-orang saleh pada jamannya, Sahl terkenal maqbul do’anya. Suatu hari, seorang amir (penguasa) jatuh sakit, sebegitu parahnya, sampai-sampai seluruh tabib angkat tangan. Dalam keadaan lemah, ia bertanya,
            “Apa nggak ada, seorang yang bisa berdo’a bagi kesembuhan saya?”
            Orang-orang pada berbisik. Akhirnya, ada yang menjawab,
            “Sahl aja kayaknya. Kata orang-orang, do’a-do’anya selalu terkabul.”
            Akhirnya dikirimlah utusan, dan Sahl diminta untuk menolong. Dasar Sahl orang saleh, ia pun menyanggupi. Dia dateng dan saat menemui sang Amir, Sahl bilang,
            “do’a Cuma bakal efektif bagi orang yang bener-bener menyesali kesalahannya. Dalam penjara bapak, ada banyak orang-orang yang seharusnya nggak bersalah tapi malah ditahan. Bebaskan mereka.”
            Wah, jaman itu emang jamannya orang enteng aja dijeblosin ke penjara padahal nggak salah apa-apa! Sang Amir pun sadar. Jadi, buru-buru ia perintahkan melepaskan mereka semua, dan ia bertobat habis-habisan. Nah, barulah setelah dia selesai melakukan hal itu, Sahl berdo’a,
            “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menunjukkan kehinaan padanya karena ketidaktahuannya, kini tunjukkanlah kemuliaan padanya karena ketaatannya. Sebagaimana Engkau telah menyelubungi batinnya dengan pakaian tobat, kini selubungilah lahirnya dengan pakaian sehat.”
            Subhanallah, seketika itu juga, baru aja Sahl selesai berdo’a, sang Amir langsung sehat kembali. Waduh, terang aja dia girang bukan kepalang. Buru-buru dia masuk ke dalam, dan keluar dengan setumpuk uang. Eh, Sahl malah menolaknya dan ia langsung pergi meninggalkan istana sang Amir tersebut.
            Rupanya, diantara murid-murid yang ikut Sahl, ada yang merasa sayang juga ngelihat uang sebanyak itu koq dianggurin begitu aja. Salah seorang muridnya lantas bilang,
            “Guru, andai saja anda menerima pemberiannya, kita tentu dapat membayar utang-utang kita. Bukankah itu lebih baik?”
            Sahl tersenyum, lalu menjawab, “apakah kamu butuh emas?lihatlah!”
            Wah, murid Sahl itu melihat dan melongok! Seluruh tanah disekitar tempat itu penuh dengan emas dan batu mirah.
            Sahl berkata, “mengapa seseorang yang menikmati kemurahan hati Allah harus menerima sesuatu dari makhluk-Nya?”
            Sampai di sini nggak diceritakan, apakah emas-emas itu akhirnya diambil sama anak buah Sahl atau nggak. Mestinya sih iya, ya? Tapi itu bukan urusan kita. Dan sepertinya, Sahl lagi mengajarkan, kalo yang namanya keikhlasan karena Allah akan diganti dengan yang lebih baik.
            Buat kita-kita para professional, jangan cemas dulu. Ini bukan berarti kita nggak boleh terima honor, misalnya. Tapi, ada kalanya kehadiran kita perlu untuk diikhlaskan demi menolong orang yang memang bener-bener membutuhkan, bener-bener dengan mengharap ridha Allah.
            Kalo udah gitu, yakin deh, Allah pasti mengganti. Ya, kayak Sahl.

Shalat Tustari & Tetangga Majusinya
            Kisah di bawah ini agak simpang siur. Ada yang mengatakan kalo yang mengalami hal ini adalah Hasan Al Bashri, tapi ada yang bilang, ini kejadian pada Sahl at Tustari. Nah, saya ambil yang riwayatnya tentang Sahl aja, deh.
            Konon, si Sahl ini mempunyai tetangga Majusi dzimmi. Maksudnya tetangga disini bukan sebelah menyebelah, tapi Sahl tinggal dilantai bawah, tetangga majusi itu di atas.
            Nah, tetangganya itu punya WC yang bocor dari sebuah lubang, dan alamak, sebagian airnya mengalir ke salah satu bagian rumah Sahl. Pembantu Sahl sempet mau protes, tapi Sahl justru melarangnya. Malah, setiap hari Sahl meletakkan sebuah bejana tepat di bawah mengalirnya air itu untuk menampungnya. Diam-diam, Sahl lalu membuangnya di malam hari biar nggak ketahuan orang lain. Begitulah terus menerus sampai waktu yang cukup lama.
            Sampai akhirnya, menjelang wafat Sahl minta dipanggilkan tetangganya yang majusi itu. Ia berkata, “kamu masuk deh, dan lihat!”
            Si tetangga itu masuk dan melihat sebuah lobang dan ia bercampur kotoran jatuh dalam bejana. Ia kaget setengah ampun, karena baru sadar betapa air itu dengan aroma nen menawan itu, datang dari kamarnya. Dengan perasaan campur aduk ia bertanya,
            “apakah yang saya lihat ini? Mengapa anda diam saja?”
            “ah, ini sudah berlangsung lama,” jawab Sahl, “ saya mewadahinya di siang hari dan membuangnya di malam hari. Jika bukan karena ajal saya sudah dekat, dan saya khawatir kepada akhlak selainku, niscaya saya nggak bakal ngomong sama kamu soal ini. Sekarang terserah kamu….”
            Wah, udah dirugikan sekian lama Sahl malah ngomong gitu. Coba, siapa yang nggak kagum? Terang aja, sang tetangga majusinya itu merasa takjub. Soalnya, dalam versi yang lain, konon Sahl juga mengatakan, kalo dia nggak mau ngomong dan menegurnya, karena khawatir melukai hati dia sebagai tetangganya, padahal ajaran islam concern bener sama ngejaga hak-hak tetangga.
            Akhirnya, saking kagumnya, dia bilang,
            “wahai Syaikh, anda telah bergaul dengan saya begitu mulia, dan seperti ini terjadi sejak lama dan saya tetap berada di dalam kekufuranku. Ulurkan tangan anda, saya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.”
            Usai mendengar itu, Sahl pun wafat.
            Satu bukti lagi, kalo kemuliaan akhlak bisa mengalahkan banyak hal. Setuju, kan?

           


             
           

Cerita Sahabat Muslim 25


Lelaki Pembobol Kubur

            Suatu hari, Hatim berceramah di Balkh. Di ujung ceramahnya, seperti biasa, Hatim berdo’a, “Ya Allah, siapa pun di majlis ini yang merupakan seorang pendosa terbesar dan terkeji, ampunilah dia.”
            Tanpa Hati sadari, diantara yang hadir di majelisnya itu ada seorang lelaki yang kerjanya mencuri kain kafan dari orang-orang mati. Jadi, kalo orang lain sedih karena ada yang wafat, dia malah senyum simpul kegirangan, karena malemnya, lelaki itu bakal suja cita membongkar makam si mayit dan mencuri kain kafannya. Meski dia denger do’a Hati itu, dia cuek aja. Bisnis mah jalan terus…, gitu..
            Nah, siang itu ternyata ada yang wafat dan dimakamkan sore harinya. Malam itu juga, sang maling kubur itu langsung bersiap melakukan pekerjaan rutinnya. Dengan tenang, ia mulai menggali makam itu. Nah, saat itulah, tiba-tiba ia mendengar suara dari dalam makam yang lagi dia gali,
            “Heh, apa kamu nggak malu? Pagi tadi itu kamu udah diampuni di majelis Hatim, dan mala mini kamu kembali ke pekerjaan lamamu?”
            Lelaki itu sontak meloncat keluar dari makam itu saking kagetnya. Meski ini bukan adegan sinetron, terbirit-birit malem itu juga dia pun lari kencang menuju rumah Harim. Dengan menangis tersedu-sedu, ia ceritakan semua yang dilakukannya dan apa yang telah terjadi di makam. Sejak saat itulah, ia bertobat dari profesinya sebagai pembobol kuburan.
            Nah, menurut sebuah hadits shahih riwayat muslim, hal ini emang bagian dari keutamaan mendo’akan orang lain.
            Menurut hadits itu, kalo kita doyan mendo’akan orang lain itu keistimewaannya ada dua. Pertama, do’a itu biasanya lebih cepat tekabul, dan kedua, do’a yang kita minta buat orang lain itu bakal diaminkan oleh malaikat agar kena ke kita juga! He, he, he…asyik kan?
            Jadi, ayo, biasain deh, berdo’a buat orang lain: temen, sodara, kenalan, sahabat, dan nantikan juga deh, hal-hal yang mengejutkan dalam hari-hari kamu ke depan.

Kemarahan Hatim



            Nah, meski Hatim terkenal karena kelembutan budinya, sesekali waktu dia bisa marah juga lho…..ya iyalah! Namanya juga manusia! Tapi, bedanya, kemarahan Hatim itu bener-bener karena terpaksa, dan alasannya juga kuat, lho!
            Nah, salah seorang murid Hatim, Sa’ad ibnu Muhammad ar-Radhi meriwayatkan, kalo selama bertahun-tahun dia menjadi murid Hatim, selama waktu itu hanya sekali dia melihat Hatim marah besar!
            Ceritanya gini, waktu itu, Hatim pergi ke pasar. Di sana, ia melihat seorang lelaki pedagang makanan lagi marah-marah, sambil mencengkram kerah leher seseorang, yang ternyata adalah salah seorang muridnya. Udah gitu, dia pake teriak-teriak,” ini anak sering banget ngambil makanan daganganku dan ia nggak bayar sepeserpun!”
            “Wahai tuan, berbaik hatilah,” kata Hati lemah lembut sambil berusaha menengahi. Sebetulnya dia malu juga, tapi dia tahu persis, murid-muridnya emang banyak yang miskin, sehingga emang banyak yang minta makan pada orang lain.
            Saya nggak mau berbaik hati. Saya ingin uang saya,” teriak lelaki itu lebih keras lagi.
            Semua perkataan Hatim untuk membujuk lelaki si pedagang itu nggak membawa hasil. Lama-lama, Hati kesel juga. Ini orang kok gak tahu diri bener, sih? Hatim pun marah. Seketika itu juga ia melepaskan jubahnya dan melemparkannya ke tanah ditengah-tengah pasar itu. Seketika, jubah itu penuh dengan koin-koin emas.
            “silakan, ambillah yang menjadi hak kamu, jangan lebih! Kalo nggak, tangan kamu bakal lemah lunglai!” Kata Hatim dengan keras.
            Si pedangan itu buru-buru memunguti koin-koin emas itu sampai sejumlah haknya. Tapi, nah, ini dia, keluar sifat dasar manusianya: rakus! Si pedagang itu masih juga ngambil yang bukan haknya! Seketika itu juga, tangannya menjadi lemah lunglai nggak berdaya.