Jumat, 13 November 2009

Cerita Sahabat Muslim 20


Abu Yazid & Nasihat Seekor Anjing



                Kisah ini juga lagi-lagi menunjukkan kerendahhatian yang justru jadi cirri yang kental dari seorang sufi yang soleh.
            Oya, sebelum kamu bingung, kisah ini kayaknya lebih merupakan perlambangan, karena lucu juga kalo tiba-tiba anjing bisa ngomong. Kayak di film Hollywood aja.
            Maksud saya gini. Konon, suatu hari, Abu Yazid lagi jalan-jalan ketika seekor anjing berlari di sampingnya. Abu Yazid spontan mengangkat jubahnya, karena takut kena najis. Sebetulnya sih, mungkin tindakan itu wajar aja, kan? Melihat hal itu, eh, nggak disangka-sangka, si anjing tiba-tiba ngomong,
            “Kalo saya kering, saya sama sekali nggak merugikan kamu. Kalo saya basah, tujuh air dan tanah akan mendamaikan kita. Tapi kalo kamu mengangkat jubahmu seperti orang yang sok suci dan munafik, kamu nggak bakal pernah jadi bersih, nggak bakal pernah, walaupun kamu mandi di tujuh samudera.”
            Abu Yazid kaget, tapi beliau buru-buru sadar kalo ini bukan adegan film ‘dr. Doolittle’ nya Eddy Murphy. Eh , maksud saya, Abu Yazid sadar, ini anjing ngomong gini, pasti ada yang nyuruh. Jadi, dengan menahan malu, beliau bilang, “ Kamu nggak suci di luar, sedangkan saya nggak suci di dalam. Mari kita bekerja sama. Semoga usaha bersama kita berdua menjadikan kita berdua suci.”
            “Kamu nggak patut jadi rekanku dan berkelana bareng aku, “ jawab anjing itu, “karena aku ditolak oleh seluruh manusia, sedangkan kamu diterima dikalangan manusia. Setiap orang yang berpapasan denganku bakal melempar batu ke arahku; mereka itulah yang menjulukimu raja para sufi. Tapi, aku nggak pernah menyimpan sepotong tulangpun untuk esok hari. Sedangkan kamu, menimbun satu tong penuh gandum buat esok hari.”
            Bisa aja ya, anjing itu ngomong? Seolah-olah dia mau bilang, meski dia (anjing) di pandang hina di mata manusia, kalo soal yakin sama rejeki Allah, dia (anjing) lebih yakin ketimbang Abu Yazid, gitu kira-kira maksudnya.
            Sebetulnya, soal kepasrahan diri terhadap Allah ini merupakan tema favorit kaum sufi, sehingga diantara mereka kadang-kadang suka rada-rada ekstrim dalam bersikap. Maksudnya, kalo emang pasrah dan yakin bakal sama rejeki Allah, jangan sampai nimbun makanan, dong! Kayak nggak yakin aja kalo besok Allah bakal ngasih elo rejeki! Gitu maksudnya.
            Tapi hemat saya, nggak perlu seekstrim itu, karena biar bagaimanapun, Allah juga nyuruh kita mempersiapkan diri buat hari esok, kok! (QS. Al Hasyr (59) : 18)
            Tapi okelah, kembali ke kisah Abu Yazid dan anjing itu. Konon jawaban seekor anjing itu bikin Abu Yazid rada-rada syok juga.
            “Aduh saya nggak pantes untuk beperjalanan bersama seekor anjing”, ujar Abu Yazid, saking merasa malunya udah bersikap rada sombong, “lalu bagaimana mungkin saya berjalan sama Sang Abadi dan Kekal? Maha Suci Allah, yang mendidik makhluk terbaik dengan perantara makhluk terburuk”.
            Hati Abu Yazid begitu sedihnya, sampe dia merasa kehilangan harapan untuk menjadi hamba Allah yang patuh juga sampai-sampai dia bilang sama dirinya sendiri,
            “Saya akan pergi ke pasar dan membeli sebuah korset (biasa dikenakan sebagai cirri orang-orang non-muslim pada saat itu), saya akan ikat pinggang saya dengannya, agar reputasi saya pudar dimata manusia”. Maksudnya apa, Abu Yazid sampe begitu kerasnya pengen menghukum diri, gara-gara malu bersikap sombong kayak gitu!
            Maka Abu Yazid pun pergi mencari korset. Dan di sebuah took di pasar, dia lihat orang yang menjual korset. Abu Yazid pikir, “paling-paling harga korset ini Cuma satu dirham.
            “Berapa harga korset ini?”Tanyanya pada si penjual.
            “Sribu dinar, “ jawab si penjual.
            “Terang aja Abu Yazid kaget. MAHAL BENER! Sampai-sampai dia menundukkan kepala saking kagetnya, kok jadi gini? Nah, di saat itulah Abu Yazid mendengar bisikan,
            “Abu Yazid, kamu sadar nggak?mereka nggak akan menjual korset untuk mengikat punggung orang-orang seperti kamu seharga kurang dari seribu dinar!”
            Mendengar hal itu, hati Abu Yazid gembira, karena akhirnya dia sadar, kalo Allah peduli sama hamba-Nya. Jadi, intinya jangan cepat dan gampang putus asa, kalo ngerasa pernah berbuat salah.
            Inget lho, kasih sayang dan ampunan Allah, lebih dari yang kita bayangkan, kok!